Kamis, 17 November 2011

Langkah Awal, "Mengajar dan Belajar Kreatif"

Jodoh, rezeki, pertemuan dan perpisahan memang sesuatu yang berada diluar kontrol individu. Tak pernah terpikirkan sebelumnya, bahwa kami (MPP Pendidikan F. Psikologi USU) akan diminta untuk mengajar  12 orang mahasiswa matakuliah kreativitas. Pertama kali membaca sms dari dosen pengampuh kreativitas, yang terbayang adalah kami mengikuti perkuliahan, duduk bersama dengan mahasiswa S1 dan palingan akan dikasih tugas seperti menganalisis manajemen kelas, iklim kelas dsb. Namun, banyangan tersebut tinggal bayangan. Kami ternyata diminta untuk menggantikan dosen pengampuh sebagai salah satu tugas kami pada mata kuliah pendidikan kontekstual. 

 Kontak, kami kaget. Ngak tau mau senang atau ngak, namun pada dasarnya itu merupakan tambahan tugas lagi.Akan tetapi, pada sisi lain, itu merupakan tantangan bagi kami, terutama bagi saya. Ada rasa ingin menampilkan yang terbaik, agar tidak malu-maluin. Namun, karena kami terdiri dari empat wanita cantik, imut dan punya banyak ide, akhirnya kesepakatan untuk mengelolah dan membawakan materi pun sulit dicapai. Meskipun demikian, segala sesuatu pasti akan berakhir, kami pun menemukan titik terang. Kami berusaha memberikan materi denegan cara yang berbeda dan efektif.


Akhirnya, tibalah waktu bagi kami untuk masuk kelas memberikan materi tentang Model Belajar Mengajar Kreatif. Saya mendapatkan bagian sebagai pengantar materi. Dan anehnya, saya merasa nyaman saja, tidak ada grogi yang terlalu kentara. Waktu terus berjalan, dan proses belajar mengajar dapat berjalan lumayan lancar. Dari pengalaman menjadi dosen pengganti, banyak hal yang saya dapatkan. Tidak hanya mengajar, namun saya juga belajar dari proses mengajar tersebut. Pelajaran yang saya peroleh adalah:

1. Untuk membuat kelas yang aktif dan dinamis itu tidak gampang. Keakraban, kedinamisan dan keaktifan baru terlihat ketika Games diadakan.
2. Butuh waktu dan proses untuk mendapatkan chemistry antara dosen dan siswa.
3. Mahasiswa lebih memperhatikan/fokus ketika ada iming-iming bahwa mereka akan dievaluasi (quis)
4. Diperlukan koordinasi yang baik ketika pengajar lebih dari satu.
5. Lebih gampang mengajar ketika kita memiliki otonomi sendiri (mengajar sendiri).
6. dll

Diluar itu semua, sesuatu hal yang paling sulit digambarkan adalah rasa senang dan gembira saat teman-teman mahasiswa S1 dapat menerima kami dengan baik. Merasa berarti, karena dapat memberikan sesuatu bagi mereka, meskipun itu sesuatu hal yang sederhana. dan banyak lagi hal lain yang sulit untuk diungkapkan. yang pastinya bahwa "pengalaman adalah guru yang paling berharga dan sulit untuk dilupakan".

Senin, 07 November 2011

Habis Gelap Terang Tak Kunjung Datang


Pada abab 21 ini tidak heran jika kita melihat wanita bekerja lebih dari 12 jam dan melakukan berbagai aktifitas diluar rumah. Fitrah sebagai ibu rumah tangga tidak lagi menajadi belenggu bagi mereka untuk eksis dan berkompetisi diluar. Banyak dari mereka berkeyakinan dapat menjadi istri dan ibu yang baik sekaligus wanita karir yang sukses. Namun sebaliknya, keyakinan ini sangat susah untuk terwujud dengan segala keterbatasan wanita sebagai manusia biasa. Disisi lain, sebagian dari mereka dapat dikatakan tidak lagi menjalankan fitrahnya sebagai seorang istri bagi suami, ibu bagi anak-anaknya, dan ibu rumah tangga bagi keluarganya.
            Sangat miris memang melihat perkembangan kesetaraan gender yang di agung-agungkan oleh sebagian besar wanita di Indonesia sekarang ini. Perlawanan terhadap peran gender trasdisional diperlihatkan dengan  keinginan tinggi untuk maju, mengembangkan karir, dan memiliki peran diluar rumah, membuat sebagian besar wanita melupakan hakekatnya sebagai seorang wanita yang sampai kapanpun tidak akan bisa mengubah kodratnya sama atau setara dengan laki-laki. Akibatnya, tidak jarang dewasa ini kita melihat wanita merokok ditempat umum, bahkan terkadang bersama suaminya, menitipkan anak ditempat penitipan atau pembantu, memperlakukan suami sebagai pembantu, bergaul dengan bebas dan sebagainya. Dimanakah norma timur yang selama ini kita banggakan? Apakah persamaan gender membuat wanita tidak memiliki rasa malu lagi? Bagaimanakah nasib anak mereka? Akankah menjadi anak yang bermoral, beragama, beradap dan sukses? Dan masih banyak pertanyaan dalam hati saya yang selalu berkecambuk menyaksikan sandiwara wanita zaman ini. Padahal hampir semua orang tahu bahwa orang tua, apalagi ibu merupakan model utama bagi anak dalam pembentukan perilakunya. Jikalau seorang ibu menghisap merokok didepan anaknya, tidak heran jika anak akan menghisap ganja dan sebagainya. Jika anak diasuh oleh pembantu, sangat mungkin anak akan memiliki perilaku seperti pembantu.
            Sebagian dari kita setuju bahwa discrepancy peran gender kultural antara wanita dan laki-laki merupakan hasil dari boomingnya emansipasi wanita yang lepas dari tapal batasnya. Satu lirik lagu yang merepresentasikan sebagian sosok wanita sekarang dan lagu ini menjadi Sound Track salah satu film di Indonesia. Ini penggalannya:

            Emansipasi wanita perlu di dalam pembangunan
            Emansipasi wanita jangan sampai keterlaluan
            Emansipasi wanita jangan melawan takdir Tuhan
            Ini bencana
Majulah wanita, giatlah bekerja
Namun jangan lupa tugasmu utama
Apa pun dirimu
Namun kau adalah ibu rumah tangga
            Kalau wanita juga sibuk bekerja
            Rumah tangga kehilangan ratunya
            Kalau wanita juga sibuk bekerja
            Anak-anak kehilangan pembina
Bukan salah remaja kalau mereka binal
Bukan salah mereka kalau tidak bermoral
Bukan hanya makanan, bukan hanya pakaian
Yang lebih dibutuhkan cinta dan kasih sayang

            Mendengar lagu ini pertama kalinya, saya terdiam, teringat pertanyaan salah seorang Guruh Besar Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. “Tahukah kalian apa yang membuat remaja zaman sekarang mudah percaya sama orang yang tidak dikenal dan menghilang dari rumah?” Kami terdiam. Beliau menjawab “ini semua akibat kurangnya attachment(kelekatan) orang tua terutama ibu terhadaap anaknya, sehingga mereka kekurangan sentuhan, perhatian dan kasih sayang  dan mencarinya luar rumah.” Jika menilik kebelakang, hal ini dapat menjadi fakta yang ada zaman sekarang. Salah satu contoh faktual yang  marak dimedia massa saat ini adalah laporan orang tua yang menyatakan anak mereka kabur dari rumah sama orang yang baru dikenal lewat jejaring sosial. Apakah ini produk dari kesetaraan gender yang kehilangan filternya? Iya, attachment pertama kali terbentuk ketika anak baru lahir, dimana ibu menyusui, memeluk, menggendong dan memberikan sentuhan-sentuhan kasih sayang lainnya. Attcahment ini sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak. Jika seorang ibu sibuk bekerja diluar rumah maka anak kehilangan attachment dan mengembangkan unsecure attachment, dimana anak tidak memiliki kepercayaan terhadap orang tuanya, merasa diabaikan dan self-esteem yang rendah. Kompensasi dari unsecure attachment dimasa remaja membuat anak menjadi haus kasih sayang dan perhatian. Anak mulai mencari apa yang tidak didapatkannya di rumah dalam pergaulannya.
            Sedih memang, namun inilah kenyataan. Beberapa tahun terakhir, moral remaja semakin menurun, kenakalan remaja meningkat, pergaulan bebas merajalela, sek pranikah bukan lagi menjadi hal yang tabu,  pernikahan karena marriage by accident menjadi sesuatu yang lazim, rokok dan substance yang lainnya dianggap teman serta prestasi menjadi hal yang tidak penting lagi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Sulit memang untuk dijelaskan secara pasti, namun saya berasumsi hal ini tidak terlepas dari dampak emansipasi wanita yang kebablasan sekarang ini.

Emansipasi Wanita
            Emansipasi berasal dari bahasa latin "emancipatio" yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya. Sejak abad ke-14 emansipasi wanita diartikan sebagai kesamaan hak dan kebebasan seperti halnya hak kaum laki-laki. Para penyeru emansipasi wanita mengingikan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria disegala bidang kehidupan, baik dalam pendidikan, pekerjaan, perekonomian maupun pemerintahan.
            Di indonesia emansipasi wanita identik dengan perjuangan R.A Kartini untuk memperoleh kesetaran hak dengan kaum pria. Pemikiran ini terwujud atas pemberontakan Kartini terhadap penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Perlawanan ini dituangkanya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, diterjemahan Armijn Pane (Balai Pustaka, 1982).
            Dari tulisan dan surat-suratnya, Kartini bukanlah pejuang emansipasi wanita (kesetaraan gender) seperti yang sekarang didengungkan oleh para feminisme karena ternyata yang diperjuangkan oleh Kartini sangatlah luhur bukan kesetaraan gender semata tapi lebih pada hak-hak wanita yang pada saat itu terabaikan. Kartini memiliki cita-cita yang luhur, yaitu mengubah masyarakat khususnya perempuan yang tidak mendapatkan hak pendidikan juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme, untuk kemudian beralih ke keadaan ketika kaum perempuan mendapatkan hak dan dalam menjalankan kewajibannya.
            Saat ini, perlu diwaspadai banyak wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi dalam dunia liberal dan terbebas dari ikatan kultural. Dengan dalil mendobrak streotip bias gender kaum wanita dengan mengusung gerakan emansipasi. Apakah ini emansipasi wanita yang diperjuangkan Kartini? Apakah Kartini hanya menjadi tameng bagi wanita yang mencintai kebebasan? Satu hal yang perlu diingat bahwa konsep emansipasi gagasan Kartini sangat bertolak belakang dengan konsep emansipasi kaum wanita yang digombar-gambirkan sekarang ini. Bukan lagi “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang menjadi makna dari emansipasi wanita hari ini, namun “Habis Gelap Terang Tak Kunjung Datang”. Dari generasi ke generasi Indonesia kehilangan norma-norma ketimurannya. Moral semakin menipis. Banyak wanita yang memperbudak dan tidak menghaargaai suaminya. Agama tidak lagi menjadi panutan dalam menjalani hidup. Jikalaulah Kartini hidup kembali hari ini, maka tangisan tak akan terbendung dan Kartinilah yang akan menentang gerang gerakan emansipasi wanita sekarang ini.

Pesan untuk wanita
  • Ingatlah kodratmu sebagai wanita yaitu menstruasi, mengandung (hamil), melahirkan dan menyusui.
  • Sebagai wanita selayaknya bersyukur tapi jangan kebablasan seperti kondisi wanita saat ini yang serba bebas tanpa mengenal batasan-batasan.
  • Jadilah istri/ibu yang baik dan penuh kasih sayang pada anak dan suami. Kasih sayang, perhatian dan kebersamaan merupakan kunci kesuksesan seorang anak.
  • Anak replika kecil dari orang tuanya.
  • Jangan hanya memandang kesuksesan hanya dengan materi dan kepuasan sesaat dari sudut padangmu, tapi cobalah lihat dari kacamata anak dan suamimu.
  • Cintai anak dengan tidak mengabaikan dan menzaliminya secara emosional.

            Sehingga sebuah harapan untuk hari kartini tahun ini dapat diperingati sebagai titik balik membenahi kepingaan-kepingan kaca yang akan melukai generasi muda agar tidak terinjak, namun mengumpulkan dan menjadikannya sebuah hiasan dalam vas kaca yang bening. Generasi muda merupakan hasil dari apa yang didperbuat oleh generasi sebelumnya. Wahai wanita, surga dibawah telapak kakimu, kecantikanmu menghiasi dunia, kelembutanmu bagai semilir angin dipantai, dan anakmu tonggak keberhasilanmu. Janganlah engkau merusaknya dan kembalilah kefitrahmu‼!